
MAKALAH PERGAULAN REMAJA MENURUT
AJARAN ISLAM
|

Kata Pengantar
Bismillahirrahmanirrahim..
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
taufik dan hidayah-NYA kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, dan mudah-mudahan sampai
kepada kita selaku umatnya. Aamiin.
Makalah ini menyajikan tentang pengertian bergaul
menurut islam, serta adab dan tatacara dalam islam. Selain itu Penyusun juga
memaparkan dalam makalah ini hikmah atau manfaat bergaul dalam islam
Seiring dengan berakhirnya penyusunan makalah ini, sepantasnyalah penulis
mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah turut membantu
penyusun dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari masih banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
oleh karena itu peyusun berharap adanya kritik dan saran yang membangun.
Penyusun berharap kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun maupun
pembaca dan mudah-mudahan makalah ini dijadikan ibadah di sisi Allah Swt. Amiin.
Sukabumi, 16 Februari 2016
Penyusun
Daftar
Isi
Kata Pengantar..............................................................................................................
Daftar
Isi.........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah...............................................................................
1.2 Rumusan
Masalah.........................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Pergaulan.........................................................................................
2.2 Adab
Pergaulan dalam Islam........................................................................
2.3
Manfaat
Pergaulan.......................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan...................................................................................................
3.2
Saran.............................................................................................................
Daftar Pustaka................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Sebagai
makhluk sosial, manusia tak bisa lepas dari yang namanya masyarakat. Begitu
pula dengan remaja, ia memerlukan interaksi dengan orang lain untuk mencapai
kedewasaannya. Yang perlu dicermati adalah bagaimana seorang remaja itu
bergaul, dengan siapa, dan apa saja dampak pergaulannya itu bagi dirinya, orang
lain, dan lingkungannya. Untuk itu kita lihat terlebih dahulu pengertian
pergaulan. Pergaulan berasal dari kata gaul. Pergaulan itu sendiri maksudnya
kehidupan sehari-hari dalam persahabatan ataupun masyarakat. Namun tidak
demikian dikalangan kebanyakan remaja saat ini. Gaul menurut dimensi
remaja-remaja yang katanya modern itu adalah ikut dalam trend, mode, dan hal
lain yang behubungan dengan keglamoran hidup. Harus masuk kedalam geng-geng,
sering nongkrong dan berpergian diberbagai tempat seperti mall, tempat wisata,
game center dan lain-lain. Yang mana pada akhirnya, gaul dimensi remaja akan
menimbulkan budaya konsumtif.
Yang patut
disayangkan pula dari “gaul” kebanyakan remaja saat ini adalah standar nilainya
diambil dari tradisi budaya ataupun cara hidup masyarakat nonmuslim. Contoh,
baju yang dipakai itu modelnya harus sesuai dengan mode-mode yang berkembang di
dunia internasional saat ini. Dan bisa kita lihat pakaian-pakaian tersebut
jarang sekali ada yang cocok dengan kriteria pakaian yang pantas secara islam.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas dari tema yang diangkat berdasarkan
bahan kajian yang diperoleh diantaranya pengertian pergaulan dalam menurut islam, adab atau tata cara bergaul
dan hikmah bergaul dengan tatacara islam.
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui
dan memahami pengertian pergaulan dalam islam
2.
Mengetahui,
memahami dan mengaplikasikan adab dan tata cara bergaul dalam islam
3.
Mengetahui
dan memahami hikmah bergaul dengan tata cara islam
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pergaulan
Pergaulan adalah proses interaksi yang dilakukan oleh individu dengan individu,
dapat juga oleh individu dengan kelompok. Juga, pergaulan merupakan salah satu
cara seseorang untuk berinteraksi dengan alam sekitarnya. Pergaulan merupakan
fitrah manusia sebagai makhluk social yang tak mungkin bisa hidup sendirian. Berorganisasi, bersekolah, dan bekerja merupakan
contoh-contoh aktivitas bermanfaat besar yang melibatkan pergaulan antar
manusia. Namun, pergaulan tanpa dibentengi iman yang kokoh akan mudah membuat
seorang muslim terjerumus. Kita lihat di zaman sekarang, banyak kejadian yang
dapat membuat kita mengelus dada. Pergaulan bebas, video mesum, perkosaan, dan
berbagai bentuk perilaku penyimpangan lainnya. Semua itu bersumber dari
pergaulan yang salah dan tidak dilandaskan pada kepatuhanterhadap ajaran
Al-Qur’an.
Islam adalah agama yang syamil (menyeluruh) dan
mutakamil (sempurna).
Agama
mulia ini diturunkan dari Allah Sang Maha Pencipta, Yang Maha Mengetahui
tentang seluk beluk ciptaan-Nya. Dia turunkan ketetapan syariat agar manusia
hidup tenteram dan teratur. Diantara aturan yang ditetapkan Allah SWT bagi
manusia adalah aturan mengenai tata cara pergaulan antara pria dan wanita.
Seperti ungkapan terdahulu bahwa adanya tat cara pergaulan dalam islam itu
sebenarnya bukan untuk membatasi namun untuk menjaga harkat dan martabat
manusia itu sendiri agar tidak sama dengan tata cara dan tatanan para hewan
dalam bergaul. Bila satu tutunan itu diambil dengan kerendahan hati dan
keinginan untuk berbakti kepada ilahi, maka tak ada hal sulit untuk mengikuti
tuntunan yang baik itu. Terkesan
sulit karena melihatnya dari sisi nafsu dan kepentingan duniawi. Bila memang
belum mampu menjalankan tuntunan yang sebenarnya, jangan ditantang tuntunan
itu. Cukup campkan dalam hati bahwa diri akan selalu berusaha sekuat tenaga
mengikuti aturan yang sesungguhnya. Kalau menentang atau bahkan menantang,
itulah tanda kesombongan diri terhadap Sang Maha Kuasa.
2.2
Adab
Pergaulan dalam Islam
Rasulullah. Beliau adalah sosok yang menyenangkan. Wajahnya sumringah di
hadapan sahabat-sahabatnya. Beliau amat baik kepada keluarganya dan amat penyayang
kepada anak-anak. Nah, kita sendiri yang juga muslim ini bagaimana? Bisa tidak
seperti beliau?
a) Moral – Respek – Komunikatif
Menjadi gaul yang islami
insyaallah bisa kita lakukan dengan minimal tiga kunci, yaitu:
1) Moral, artinya selalu
berkomitmen kepada aturan-aturan dan nilai-nilai Islam
2) Respek, artinya menghargai
orang lain
3) Komunikatif, Pandai menjalin
komunikasi.
b) Pergaulan Seorang Muslim dengan Non
Muslim
Dalam perkara-perkara umum (sosial) kita tetap menjalin hubungan yang baik
dengan non muslim sekalipun. Contoh baik: Nabi berdiri ketika iring-iringan
jenazah non muslim melewati beliau.
c) Pergaulan Sesama Muslim
Sesama muslim adalah bersaudara, seperti tubuh yang satu dan seperti satu
bangunan yang kokoh dan saling mendukung antar bagiannya.Pergaulan sesama
muslim dibalut dengan ukhuwah islamiyah. Ada banyak hak saudara kita atas diri
kita, diantaranya sebagaimana dalam hadits Nabi:
1) Jika diberi salam hendaknya menjawab
2) Jika ada yang bersin
hendaknya kita doakan
3) Jika diundang hendaknya
menghadirinya
4) Jika ada yang sakit
hendaknya kita jenguk
5) Jika ada yang meninggal
hendaknya kita sholatkan dan kita antar ke pemakamannya
6) Jika dimintai nasihat
hendaknya kita memberikannya.Juga: tidak meng-ghibah saudara kita, tidak
memfitnahnya, tidak menyebarkan aibnya, berusaha membantu dan meringankan
bebannya, dan sebagainya.
Jika kamu mencintai saudaramu, ungkapkan. Hadiah juga bisa menumbuhkan rasa
cinta diantara kita. Jangan mudah mengkafirkan sesama muslim kecuali jika ada
sebab yang benar-benar jelas dan jelas.
d) Pergaulan Antar Generasi
Yang tua menyayangi yang lebih muda. Yang muda
menghormati yang lebih tua. Kita diperintahkan untuk selalu berusaha menyayangi orang yang umurnya
lebih muda dari kita. Bahkan Rasulullah SAW menyatakan dalam satu hadisnya
bahwa bukan termasuk golongan umatku, mereka yang tidak menyayangi yang lebih
muda. Beliau bersabda:
لَيْسَ مِنَّا
مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَلَمْ يَعْرِفْ حَقًّ كَبِيْرَناَ (رواه الطبرانى)
Artinya:
‘Bukan termasuk golongan umatku, orang yang tidak menyayangi yang lebih kecil (lebih muda), dan
tidak memahami hak-hak orang yang lebih besar (tinggi / dewasa)”. (HR.
Thabrani)
e) Pergaulan dengan Orang yang
Dihormati
Hormatilah orang yang dihormati oleh kaumnya. Bagi orang-orang yang biasa
dihormati, jangan gila hormat, penghormatan harus tetap dalam bingkai syariat
Islam. Contoh orang-orang yang bisa dihormati: tokoh masyarakat, pejabat atau
penguasa, orang-orang yang mengajari kita, dan sebagainya.
f)
Pergaulan
dengan Ortu dan Keluarga
Bersikap santun dan lemah lembut kepada ibu dan bapak, terutama jika telah
lanjut usianya. Terhadap keluarga, hendaknya kita senantiasa saling
mengingatkan untuk tetap taat kepada ajaran Islam. Sebagaimana Nabi telah
melakukannya kepada Ahlu Bait. Hal ini sesuai dengan salah satu hadis Rasulullah saw dalam riwayat
Thabrani:
إِنَّ اللهَ
تَعَالَى لاَيَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلاَ إِلَى اَحْسَابِكُمْ وَلاَ اِلَى اَمْوَالِكُمْ
وَلَكِنْ يَنْظُرُ اِلَى قُلُوْبِكُمْ وَاَعْمَالِكُمْ (رواه الطبرانى)
Artinya:
“Sesungguhnya Allah Swt. tidak melihat ruhmu, kedudukan, dan harta
kekayaanmu, tetapi Allah melihat apa yang ada dalam hatimu dan amal
perbuatanmu”. (HR. Thabrani)
Dengan keluarga tentunya kita harus mempunyai sifat Takaful (saling bertanggung jawab)
Jika ada masalah yang dihadapi, maka
diupayakan untuk dipikul atau dipertanggung jawabkan bersama-sama, dan tidak
membiarkan salah satu pihak menderita. Dalam peribahasa diungkapkan: ‘Berat sama dipikul ringan sama dijinjing”
Rasulullah saw bersabda:
اَلْمُؤْمِنُ
بَيْنَ اْلمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضَهُ بَعْضًا (رواه البخاري)
Artinya:
“Seseorang mukmin terhadap orang mukmin lainnya adalah bagaikan suatu
bangunan, yang bagian-bagian saling menguatkan satu sama lain”. HR. Bukhari)
g) Pergaulan dengan Tetangga dan teman
sebaya
Tetangga harus kita hormati. Misalnya dengan tidak menzhalimi, menyakiti dan
mengganggunya, dengan membantunya, dengan meminjaminya sesuatu yang dibutuhkan,
memberinya bagian jika kita sedang masak-masak.
Merupakan suatu hal yang wajar dan diajarkan oleh Islam, jika manusia
bergaul dengan sesamanya sebaik mungkin, dilandasi ketulusan, keikhlasan, kesabaran, dan hanya mencari keridaan Allah
Swt.
Rasulullah saw
hersabda:
المُؤْمِنُ
الًّذِيْ يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى اَذَاهُمْ خَيْرٌ مِنَ اْلمُؤْمِنَ الَّذِى
لاَيُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى اَذَاهُمْ (رواه الترميذي)
Artinya
“Seorang mukmin yang bergaul dengan sesama manusia serta
bersabar (tahan uji) atas segala gangguan, mereka lebih baik daripada orang
mukmin yang tidak bergaul dengan yang
lainnya serta tidak tahan uji atas gangguan mereka”. (HR. Tirmidi)
Bergaul dengan
sesama atau teman sebaya, baik dalam umur, pendidikan, pengalaman, dan
sebagainya, kadang-kadang tidak selalu berjalan mulus. Mungkin saja terjadi
hal-hal yang tidak diharapkan seperti terjadi salah pengertian (mis understanding) atau bahkan ada teman
yang zaim terhadap kita serta suka membuat gara-gara dan masalah.
Menghadapi
persoalan seperti itu, hendaklah kita mensikapi dengan sikap terbaik yang kita
miliki. Jika ada yang berbuat salah, hendaklah kita segera memaafkan
kesalahanya sekalipun orang yang berbuat salah tidak meminta maaf. Begitu juga
apabila kita berbuat kesalahan atau kekeliruan, hendaklah kita segera meminta
maaf kepada orang yang kita sakiti, baik disengaja maupun tidak disengaja. Perkara
orang itu memaafkan kita atau tidak, itu bukan urusan kita. Kewajiban kita
adalah segera meminta maaf dan memaafkan. Janganlah kita termasuk orang yang
sebagaimana dikemukakan Rasulullah saw dalam sabdanya:
مَنِ اعْتَذَرَ اِلَى أَخِيْهِ اْلمُسْلِمِ
فَلَمْ يَقْبَلْ مِنْهُ كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ خَطِيْئَةِ صَاحِبِ مَكْسٍ (رواه ابن
ماجه)
Artinya:
“Barangsiapa yang meminta maaf kepada
saudaranya yang muslim sedangkan ia tidak mau memaafkannya, maka ia mempunyai
dosa sebesar dosa orang yang merampok”. (HR. lbnu Majah)
Jika memiliki
masalah, bicarakanlah dengan sebaik-baiknya, sehingga masing-masing bisa saling
memahami dan saling memaafkan. Kita dilarang untuk bermusuhan, apalagi dalam
waktu yang cukup lama. Rasulullah Saw bersabda:
لاَيَحِلُّ
لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثِ أَياَّمٍ يَلْتَقِياَنِ فَيُعْرِضُ
هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا وَخَيْرُهُمَا الَّذِيْ يَبْذَأُ بِالسَّلاَمِ (متفق عليه)
Artinya.
“Tidaklah halal bagi seorang muslmi mendiamkan (tidak
mengajak bicara) sit van in yang muslim lebih dari tiga hari. Jika keduanya
bertemu, lalu ingin memalingkan muka, dan yang lain pun demikian juga. Dan yang
paling baik di antara keduanya adalah yang terlebili dahulu mengucapkan salam”.
(HR. Bukhari Muslim)
Pergaulan dengan teman sebaya termasuk dengan siapa pun harus dilandasi
kasih sayang dan keikhlasan Allah tidak akan menyayangi seseorang jika tidak menyayangi sesamaya. Dalam salah
satu hadis, .Rasulullah saw bersabda:
مَنْ لاَ يَرْحَمُ النَّاسَ لاَ يَرْحَمْهُ الله ُ(متفق عليه)
Artinya:
“Barangsiapa yang tidak menyayangi sesama
manusia, niscaya tidak akan disayangi oleh Allah”. (HR. Bukhari Muslim)
Orang
yang bersahabat, bergaül, dan berkomunikasi dengan yang lainnya hanya karena
Allah, tandanya adalah senantiasa berusaha untuk mendoakan dengan tulus. Dalam
hal ini, Rasulullah saw pernah bersabda:
إِذَادَعَا الرَّجُلُ لاَِخِيْهِ بِظَهْرِ
الْغَيْبِ قَالَ اْلمَلَكُ: وَلَكَ مِثْلُ ذَالِكَ (رواه مسلم)
Artinya:
“Jika seseorang berdoa untuk sahabatnya di
belakangnya (jaraknya berjauhan), maka berkatalah malaikat: “Dan untukmu pun
seperti itu”. (HR. Muslim)
h) Pergaulan Antar Jenis
Sudah menjadi fithrah, laki-laki tertarik kepada wanita dan demikian pula
sebaliknya. Islam telah mengatur bagaimana rasa tertarik dan rasa cinta diantara
dua jenis manusia itu dapat disalurkan. Bukan dengan pacaran dan pergaulan
bebas. Tetapi dengan ikatan yang kuat (mitsaq ghaalizh): pernikahan. Jadi, ada
batasan-batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan diluar pernikahan.
Cinta karena Allah merupakan titik puncak dan tingginya kualitas iman
seseorang, yang hasilnya tidak dapat dilihat, melainkan hanya dapat dirasakan
oleh orang yang telah nyaris sempurna keikhlasannya. Cinta yang mendalam. ini
merupakan bukti kesempurnaan serta ketulusan iman, yang kedua-duanya berhak
untuk mendapatkan pahala yang paling besar di sisi Allah, sebagaimana sabda
Rasulullah saw:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ اْلاِيْمَانِ: أَنْ يَكُوْنَ الله وَرَسُوْلُهُ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِمَّاسَوَاهُهُمَا وَاَنْ يُحِبَّ فِى اللهِ وَيَبْغَضَ فِى الله وَاَنْ تُوْقَدُ نَارٌ عَظِيْمَةٌ فَيَقَعُ فِيْهَا اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ اَنْ يُسْرِكَ بِااللهِ سَيِّئًا (رواه مسلم)
Artinya:
“Ada tiga perkara, barangsiapa yang terdapat padanya ketiga hal
tersebut, maka akan merasakan lezat (manisnya) iman: “Jika ia mencintai Allah
dan rasulnya melebihi yang lainnya; Mencintai dan membenci semata-mata hanya
karena Allah; Jika dilemparkan ke dalam api neraka yang menyala-nyala, lebih
disukai daripada syirik (menyekutukan) Allah”. (HR. Muslim)
Mencintai dan menyayangi seseorang merupakan hal yang wajar. Hendaklah
pikiran dan perasaan kita arahkan kepada hal-hal yang positif, dan bukan
sebaliknya. Contohnya, karena cinta dan sayang, seseorang mengorbankan
segalanya termasuk hal-hal yang paling “berharga” dan dilarang oleh Allah Swt.
Membuktikannya, hendaklah dengan sesuatu yang diridai oleh Allah. Hal inilah
yang dikemukakan oleh Rasulullah saw dalam hadis riwayat Abu Daud dan Tirmidzi:
إِذَا أَحَبَّ اَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُخْبِرْ (رواه ابوداود
والترميدى)
Artinya:
“Jika salah seorang di antara kamu
mencintai saudaranya, hendaklah ia membuktikannya”. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
i)
Rambu-rambu
Islam tentang pergaulan
Islam adalah agama yang syamil (menyeluruh) dan mutakamil (sempurna). Agama
mulia ini diturunkan dari Allah Sang Maha Pencipta, Yang Maha Mengetahui
tentang seluk beluk ciptaan-Nya. Dia turunkan ketetapan syariat agar
manusia hidup tenteram dan teratur.
Diantara aturan yang ditetapkan Allah SWT bagi manusia adalah aturan mengenai
tata cara pergaulan antara pria dan wanita. Berikut rambu-rambu yang harus
diperhatikan oleh setiap muslim agar mereka terhindar dari perbuatan zina yang
tercela:
Pertama, hendaknya setiap muslim menjaga pandangan matanya dari melihat lawan
jenis secara berlebihan. Dengan kata lain hendaknya dihindarkan berpandangan
mata secara bebas. Perhatikanlah firman Allah berikut ini, “Katakanlah kepada
laki-laki yang beriman; hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih baik bagi mereka…katakanlah kepada
wanita-wanita yang beriman; hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga
kemaluannya…” (QS. 24: 30-31).
Awal dorongan syahwat adalah dengan melihat. Karena itu jagalah mata agar
terhindar dari tipu daya syaithan. Tentang hal ini Rasulullah bersabda, “Wahai
Ali, janganlah engkau iringkan satu pandangan (kepada wanita yang bukan mahram)
dengan pandangan lain, karena pandangan yang pertama itu (halal) bagimu, tetapi
tidak yang kedua!” (HR. Abu Daud).
Kedua, hendaknya setiap muslim menjaga auratnya masing-masing dengan cara
berbusana islami. Secara khusus bagi wanita Allah SWT berfirman, “…dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak
daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya…” (QS.
24: 31).
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu
dan anak-anak perempuanmu dan juga kepada istri-istri orang mu’min: ‘Hendaklah
mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga tidak diganggu. Dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. 33: 59)
Dalam hal menjaga aurat, Nabi menegaskan sebuah tata krama yang harus
diperhatikan, beliau bersabda: “Tidak dibolehkan laki-laki melihat aurat (kemaluan)
laki-laki lain, begitu juga perempuan tidak boleh melihat kemaluan perempuan
lain. Dan tidak boleh laki-laki berkumul dengan laki-laki lain dalam satu kain,
begitu juga seorang perempuan tidak boleh berkemul dengan sesama perempuan
dalam satu kain.” (HR. Muslim)
Ketiga, tidak berbuat sesuatu yang dapat mendekatkan diri pada perbuatan zina
(QS. 17: 32) misalnya berkhalwat (berdua-duaan) dengan lawan jenis yang bukan
mahram. Nabi bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka
janganlah berkhalwat dengan seorang wanita (tanpa disertai mahramnya) karena
sesungguhnya yang ketiganya adalah syaithan (HR. Ahmad).
Keempat, menjauhi pembicaraan atau cara berbicara yang bisa ‘membangkitkan
selera’. Arahan mengenai hal ini kita temukan dalam firman Allah, “Hai para
istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti perempuan lain jika kamu bertaqwa.
Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara hingga berkeinginan orang yang ada
penyakit dalam hatinya. Dan ucapkanlah perkataan yang ma’ruf.” (QS. 33: 31)
Berkaitan dengan suara perempuan Ibnu Katsir menyatakan, “Perempuan dilarang
berbicara dengan laki-laki asing (non mahram) dengan ucapan lunak sebagaimana
dia berbicara dengan suaminya.” (Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3)
Kelima, hindarilah bersentuhan kulit dengan lawan jenis, termasuk berjabatan
tangan sebagaimana dicontohkan Nabi saw, “Sesungguhnya aku tidak berjabatan
tangan dengan wanita.” (HR. Malik, Tirmizi dan Nasa’i). Dalam keterangan lain
disebutkan, “Tak pernah tangan Rasulullah menyentuh wanita yang tidak halal
baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hal ini dilakukan Nabi tentu saja untuk
memberikan teladan kepada umatnya agar melakukan tindakan preventif sebagai
upaya penjagaan hati dari bisikan syaithan. Wallahu a’lam. Selain dua hadits di
atas ada pernyataan Nabi yang demikian tegas dalam hal ini, beliau bersabda:
“Seseorang dari kamu lebih baik ditikam kepalanya dengan jarum dari besi
daripada menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani).
Keenam, hendaknya tidak melakukan ikhtilat, yakni berbaur antara pria dengan
wanita dalam satu tempat. Hal ini diungkapkan Abu Asied, “Rasulullah saw pernah
keluar dari masjid dan pada saat itu bercampur baur laki-laki dan wanita di
jalan, maka beliau berkata: “Mundurlah kalian (kaum wanita), bukan untuk kalian
bagian tengah jalan; bagian kalian adalah pinggir jalan (HR. Abu Dawud). Selain
itu Ibnu Umar berkata, “Rasulullah melarang laki-laki berjalan diantara dua
wanita.” (HR. Abu Daud).
2.3 Manfaat Pergaulan
Telah di jelaskan dalam sabdanya bahwa ,
Rasulullah bersabda, “Seseorang itu menurut agama temannya, karena itu
hendaknya seseorang diantara kalian melihat dengan siapa dia bergaul.” ( HR.
Adu Dawud dan Tirmidzi dari abu Hurairah )
Karena
itu tidak heran apabila seseorang itu merupakann guru bagi orang lain di
sekitarnya. Kepribadian seseorang itu dapat menular atau tertular orang lain.
Demikian halnya dalam etika, pergaulan dan hubungannya dengan orang lain.
Penularan itu disebabkan oleh pengaruh kedekatan dan pengaruh cinta. Dia tidak
berdiam diri kecuali dia adalah sebuah duplikasi, yang mengulang-ngulang
perkataannya, yang menampakkan perilakunya dalam perbuatan-perbuatan nya yang tanpa
disadari
Imam Ali RA berkata, “bergaullah dengan orang yang bertakwa dan berilmu,
niscaya kalian bisa mengambil manfaatnya, karena bergaul dengan orang yang suka
berbuat baik bisa diharapkan (kebaikannya). Jauhilah kerusakan, sungguh jangan
bergaul dengan orang -orang yang rusak moralnya, karena bergaul dengan mereka
akan menular kepada Anda. Janganlah menjalin hubungan dengan orang yang hina
(rendah akhlaknya) karena itu akan menular kepadamu. Pilihlah temanmu. Adapun
manfaat bergaul, yaitu:
a) Ajang memastikan identitas diri
Anak bisa melihat apakah dirinya populer di lingkungan
teman-temannya atau tidak. Sebab, yang terlibat jalan bareng teman adalah
anak-anak yang sudah terpilih di dalam peer group-nya. Untuk terpilih di
dalam peer group biasanya harus memiliki persyaratan tertentu. Jika anak
terpilih berarti ia sudah diterima di lingkungan peer group-nya dan ini
bisa Membuat anak lebih percaya diri, ia pun akan lebih memahami identitas
dirinya.
b) Meningkatkan kemampuan
berinteraksi dan ikatan pertemanan.
Banyak hal yang bisa dilakukan saat jalan bareng teman, mereka bisa tukar pikiran, sharing, saling membantu, saling mengingatkan, dan lainnya. Secara langsung hal ini akan meningkatkan kemampuan anak dalam berinteraksi sosial. Kegiatan ini pun akan meningkatkan kemampuan anak dalam ikatan pertemanannya.
Banyak hal yang bisa dilakukan saat jalan bareng teman, mereka bisa tukar pikiran, sharing, saling membantu, saling mengingatkan, dan lainnya. Secara langsung hal ini akan meningkatkan kemampuan anak dalam berinteraksi sosial. Kegiatan ini pun akan meningkatkan kemampuan anak dalam ikatan pertemanannya.
c) Memenuhi kebutuhan otonomi
Saat jalan bareng teman, anak bisa dan bebas menentukan sendiri apa yang ia mau. Hal ini membuatnya senang karena otonominya saat itu digunakan dengan lebih leluasa, bebas dari aturan yang mungkin menurutnya mengekang. Selama hal tersebut wajar, tidak masalah.
Saat jalan bareng teman, anak bisa dan bebas menentukan sendiri apa yang ia mau. Hal ini membuatnya senang karena otonominya saat itu digunakan dengan lebih leluasa, bebas dari aturan yang mungkin menurutnya mengekang. Selama hal tersebut wajar, tidak masalah.
d) Memperkayapengalaman
Pengalaman anak terhadap dunia luar akan meningkat.
Misalnya, ketika menonton film di bioskop, ia tahu banyak informasi yang di
sajikan di film tersebut; ketika makan di restoran, ia jadi tahu bahwa makanan
di restoran berbeda dari masakan di rumah; ketika bermain di game zone,
ia tahu situasi dan kondisinya yang begitu ramai dan riuh; ia juga bisa bertemu
dengan berbagai karakter orang beserta gaya dan model berbusananya; ia tahu apa
saja yang sedang tren pada saat itu, dan banyak lagi.
BAB III
PENUTUP
2.3 Kesimpulan
Dari uraian di atas jelaslah bagi kita bahwa pria dan wanita memang harus
menjaga batasan dalam pergaulan. Dengan begitu akan terhindarlah hal-hal yang
tidak diharapkan. Tapi nampaknya rambu-rambu pergaulan ini belum sepenuhnya
difahami oleh sebagian orang. Karena itu menjadi tanggung jawab kita menasehati
mereka dengan baik. Tentu saja ini harus kita awali dari diri kita
masing-masing. Semoga Allah senantiasa membimbing kita dan menjauhkannya dari
perbuatan tercela dan perbuatan yang tidak terpuji. Amin.
2.4 Saran
Pergaulan dan persahabatan yang baik tidak sampai
putus karena permasalahan yang tidak
prinsip dan sepele atau karena informasi negatif yang belum jelas kebenarannya
terhadap sahabat kita. Sebab sebagai sahabat sesama muslim mempunyai kewajiban
terhadap saudaranya untuk saling tolong menolong. Allah SWT berfirman : “Dan
tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa dan jangan saling menolong
dalam perbuatan dosa dan permusuhan”. (Q.S. Al-Maidah : 2). Wallahu A’lam.
DAFTAR PUSTAKA
http://rijalseventh.blogspot.co.id/2012/11/makalah-agama-pergaulan-dalam-pandangan.html#sthash.zMJSN3XT.dpuf
Mohon maaf apabila banyak kesalahan :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar